top of page

Tlisih Jagalan

  • defrinaanggraeni
  • Sep 11, 2014
  • 6 min read

Ini merupakan salah satu bagian dari perjalanan KKL (kuliah Kerja Lapangan) di Yogyakarta. Pada hari kedua, aku dan teman-teman berkunjung ke tiga tempat sekaligus, yaitu permukiman di bantaran sungai Gajahwong dan Winongo. Lalu dilanjutkan ke Kotagede. Tapi pada part ini, aku akan menceritakan perjalanan kami di Kotagede :)

Adakah yang sudah tidak asing dengan Kotagede?

Atau tidak pernah mendengar sebelumnya?

“Kotagede merupakan kawasan peninggalan masa kerajaan Mataram Islam dengan karakter kota tersusun berdasarkan suatu pola dan tata letak tertentu berdasarkan kosmologi Jawa-Islam yang disebut Catur Gatra Tunggal_ memiliki arti 4 unsur ruang yang menyatu yakni Kraton, masjid, alun-alun, dan pasar.” Jagalan Tlisih

Tapi kini hanya beberapa yang tersisa, kompleks makam pendiri kerajaan, masjid agung, reruntuhan benteng dan pasar.

Selain itu Kotagede juga terkenal akan kerajinan perak. Tapi sayang, jumlah pengrajin perak sekarang semakin berkurang. Jadi teringat waktu dokumentasi rumah joglo Bu Naryo, sang ibu menceritakan tentang keadaan kotagede di masa lampau, dahulu alat kerja pengrajin perak bersaut-sautan, bunyinya terdengar dimana-mana sepanjang komplek ini. Tapi sekarang, pengrajin perak seolah bersembunyi di salah satu deretan rumah yang tersebar acak di Kotagede. Kehadiran toko-toko kerajinan perak di muka jalan utama yang dilalui kendaraan seperti ingin menunjukan, “kerajinan perak ya belinya hanya disini_Toko” padahal masih ada pengrajin perak yang berdiri di dalam permukiman Kotagede. Dan tentu kita bisa membeli kerajinan perak secara langsung dengan harga yang terjangkau dan kualitas yang lebih baik dari “toko”.

Pada kesempatan ini, kami disambut hangat oleh karang taruna Jagalan~Kotagede dan beberapa teman-teman Arkom Jogja.

Rombongan kami dipecah menjadi 3 tim, dengan tiap timnya akan menelusur ke beberapa titik berbeda yang telah ditentukan. Awalnya kita semua berkumpul di satu titik, yaitu masjid Mataram dan diawali dengan menjelajahi komplek makam bersama. Lalu dilanjutkan dengan menelusur bersama anggota timnya.

IMG_4249.JPG
IMG_4265.JPG

foto kunjungan spot pertama bersama-sama menuju ke komplek makam dan tempat pemandian bersama khusus putri di dalam kompleks tersebut

Aku berada di tim 1, dengan peta bernamakan “Jagalan Tlisih” ditanganku, kami akan berkunjung ke tempat bernomor 1 – 6. Peta ini sangat menarik, tidak hanya gambar jalur-jalur dengan titik-titik tempat menarik tapi juga terdapat penjelasan di beberapa spot. Tidak hanya memetakan tempat pengrajin perak, namun rumah-rumah khas di Kotagede serta kulinernya terlampir di peta.Briliant!

peta jagalan tlisih.jpg

Hamparan peta "Jagalan Tlisih" disertai spot-spot kunjungan, berukuran 29,7x 42 cm

peta jagalan tlisih 2.jpg

Cover belakang peta jika menjadi lipatan terkecilnya 15x14 cm

Jagalan tlisih versi kami (tim 1), pertama mengunjungi Perak 63, rumah yang sekaligus toko perak ini dimiliki oleh Pak Bandiono bersama Ari Iswanto. Kami memasuki ruangan dengan etalase berisikan kerajinan perak, mulai dari perhiasan hingga dalam bentuk hiasan dinding bak lukisan timbul. Cantik! Ada yang bergambar candi Borobudur, tokoh wayang dan dalam bentuk tiga dimensi berupa kapal, kereta andong, dan lain-lainnya.

IMG_4285.JPG
IMG_4290.JPG

Keterangan foto (kiri-kanan) :

Bak lukisan timbul, sebuah Borobudur terbuat dari perak

Pak Bandi sedang berbagi pengalamannya mengenai kerajinan perak

Lalu, kami diajak ke ruang kerja si Bapak. Di ruang itulah Pak Bandi menceritakan proses pembuatan kerajinan perak dengan teknik gilapan, mengunakan lembar perak.

Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan. Kami berjalan bersama menelusur labirin besar Kotagede.

“Eh, kemana ya? Ke kanan”

“Bukan, lewat sini saja, lebih cepat”

Debat beberapa pasukan Jagalan Tlisih yang memandu kami.

Dalam perjalanan, kami menemukan rumah-rumah khas Jawa, ada yang beratapkan joglo, limasan, berpendopo dan ada juga yang berjenis jengki. Tapi disini kami menemukan pengertian baru akan sebuah jengki, berbeda yang kami dapatkan di akademik, jengki disini tidak dilihat dari khas atapnya tapi lebih dari keseluruhan tampilan rumahnya, perpaduan antara jawa dan indisje. Ada yang bilang, jengki=banci, dengan alasan percampuran gaya ini, hehe.

Sampailah kami di sebuah rumah pengrajin perak berikutnya, Pak Nurhadi. Usaha kerajinan perak ini, Omah Perak telah dirintis beliau bersama anaknya, Mas Wijongko (sayang, saat itu anaknya sedang pergi). Mereka berkarya di sebuah ruang mungil di bagian depan rumah. Melalui sebuah jendela, aku mengamati sang bapak, beliau bercerita dengan antusias dan ditengah percakapan tiba-tiba ada yang bertanya, “Ini apa, Pak?”, lalu beliau menjelaskan kegunaanya dan dilanjutkan dengan menunjukan cara kerja alat-alattradisional yang beliau sering gunakan.

IMG_4308.JPG

IMG_4310.JPG
IMG_4300.JPG

Keterangan foto (dari kiri-kanan):

a. Alat tradisional yang masih digunakan dalam berkarya

b. Salah satu karya Omah Perak, cincin bermahkotakan bunga

c. Alat bantu pembuatan cincin untuk menyesuaikan dengan lingkar jari

d. Pak Nurhadi dengan meja kerjanya

Seusainya, tak jauh dari rumah Pak Nurhadi ada sebuah pemandangan menarik. Rumah megah-etnik menjulang tinggi. Kami tak seutuhnya dapat melihat rumah itu di tempat kami berdiri, hanya saja saking tingginya, bagian atas julangan rumah tersebut tampak.Dan ketika kami menghampiri depan rumah itu, tampak depan rumah memanjang hampir terlihat sepanjang jalan gang utama, ditemboknya terdapat batu berukiran seorang dewi. Etnik namun sedikit terkesan angker, hehe.. rumah ini tidak ditempati oleh pemiliknya. Rumah ini merupakan tempatnya (si pemilik) meletakkan berbagai benda-benda antik dan pusaka budaya sebagai koleksinya.

“Terkadang pemiliknya datang. Ya, tapi hanya sesekali untuk memasukkan koleksi barunya.” Kata salah satu karang taruna Jagalan.

IMG_4311.JPG

IMG_4318.JPG
IMG_4316.JPG

Keterangan foto (kanan-kiri):

Hamparan rumah Pesik di sisi kiri

Ukiran batu bergambarkan seorang dewi pada tampak depan

Rumah Pesik menjulang tinggi, seolah mengintip di balik rumah warga

Perjalanan kami berikutnya menuju ke salah satu rumah warga yang terkenal akan putri mandi.

Wow, putri mandi? Eitsss, tunggu dulu

.“Putri mandi merupakan kue ketan tradisional dengan santan untuk memandikan kue ini.”

Sesampainya, seorang ibu memberikan kami sebuah “kotak” berisikan kue-kue putri mandi.

Ternyata begitupun dengan tim yang lainnya, masing-masing mengunjungi spot kuliner berbeda dengan buah tangannya dan kami bisa saling bertukar rasa di titik kumpul terakhir kami.

Spot ke lima, kami sampai di depan rumah Ibu Esti. Tipe rumah ini sering disebut rumah kalang, perpaduaan laggam Jawa dan Indische. Terdapat konsol dengan desain meliuk-liuk bagai sulur dan terbentuk dari besi, atap rumahnya berbentuk limas dengan cat depan rumah berwarna hijau. Konon, pada zaman dahulu, rumah-rumah kalang dimiliki dan ditempati oleh orang-orang ber-ras eropa. Warga kalang pun memiliki aturan untuk menikah sesama bangsa kalang. Jika tidak…

Awalan ini mengantarkan kita akan sebuah kisah cinta antara bangsa kalang dan warga pribumi sini yang diceritakan oleh salah satu karang taruna. Kisah yang mengharukan dan berakhir tragis.

IMG_4320.JPG
IMG_4319.JPG

Depan rumah Ibu Esti

Sampailah kami di spot kunjungan terakhir, yaitu perak Purwa Atmojo, pengrajin perak senior bernama Pak Purwa. Beliau menggunakan teknik dengan benang/ kawat perak yang dipilin dan dibuat plat. Tak hanya perak tapi beliau juga berkreasi dengan tembaga.

IMG_4335.JPG

Sosok pengrajin perak senior, Pak Purwa

Tlisih Jagalan telah usai, kami digiring ke sebuah pendopo. Disana sudah ada tim-tim lainnya. Seusai istirahat sebentar, dilanjutkan kembali dengan sesi sharing, setiap tim mempresentasikan “tlisih Jagalan” versi masing-masing dengan penyampaian yang beragam dan menarik, ada yang membawakan presentasinya diawali dengan pembacaan puisi, adapula dengan penyampaiaannya bak acara televisi seputar wisata. Di tengah forum ini juga telah tersedia jajanan-jajanan khas Kotagede yang merupakan oleh-oleh dari perjalanan kami. Kami pun menyantapnya sambil memperhatikan acara sharing berlangsung.

Dan pada sesi terakhir, disanalah karang taruna membocorkan bagaimana prosesnya hingga seperti ini. Awalnya, sebuah video pun diputar, sebuah proses pemetaan Kotagede bersama para warga dan Arkom. Tak hanya dilakukan oleh kaum mudanya tapi dari berbagai usia ikut berpartisipasi. Tanpa mengenal lelah, proses pemetaan pun dilakukan sejak usai solat tarawih hingga dini hari, sekitar pukul dua pagi. Pertanyaanya, untuk apa peta itu?

Sesi sharing dan diawali oleh pemutaran video oleh karang taruna

Peta merupakan media dalam memahami keadaan sekarang, Kotagede itu sendiri. setelah semua elemen Kotagede muncul dalam peta, potensi yang telah ada pun terlihat dan masalah disadari. dan dari warga lah solusi itu sendiri.

Dalam Tlisih Jagalan ini, kami menyusuri sendiri peta tersebut. Kami dapat melihat ada bermacam-macam potensi yang ada; arsitektur yang bersejarah seperti komplek makam dan masjid Mataram, keahliaan warganya; kerajinan perak dan jajanan khasnya, bahkan rumah warga pun ikut menyumbangkan wawasan arsitektur bagi kami; rumah joglo, kalang, jengki, dan lain-lain. Dalam skup besarnya, tatanan kotagede seperti labirin raksasa menghubungkan tiap titik potensi yang ada di dalamnya.

Berjaringan itu kuncinya, itulah pelajaran yang aku petik.

Kini, Kotagede tidak seperti zaman dahulu. Dilihat dari angka, ada sebuah reduksi, pengrajin perak, rumah-rumah berpendopo, semuanya tidak sebanyak dahulu. Kini tinggal beberapa tapi satu hal yang penting untuk mempertahankan itu semua adalah kerjasama.

Build the network!!!!

Terdapat kerjasama (tanpa mengenal usia) antara karang taruna, warga Kotegede, dan Arkom.

Kini, tidak hanya mempertahankan tapi juga mengembangkan. Itulah yang mereka lakukan.

Dan tentu saja hal ini tak akan terbentuk tanpa diawali oleh kesadaran.

IMG_4449.JPG

Semoga kesuksesan selalu mengiringi kalian, teman :)

Terima kasih akan ilmu dan inspirasinya, Kotagede

Sumber foto:

Kamera Margareta Maria Nastiti Pramudjito

Comments


Featured Posts
Recent Posts
Archive
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square
Search By Tags
  • Facebook Basic
  • Twitter Basic
  • Vimeo Basic

© 2023 by ROGER FORBES. Proudly created with Wix.com

bottom of page