top of page

Belajar Tanpa Dikuliahi di BPR

  • defrinaanggraeni
  • Oct 25, 2014
  • 3 min read

“BPR merupakan wadah orang-orang bisa belajar dari masyarakat”


Ini sebuah cerita tentang Bumi Pemuda Rahayu (BPR), salah satu objek kunjungan KKL (Kerja Kuliah Lapangan) yang sekaligus menjadi tempat kami (aku dan teman-teman KKL Jogja) singgah dan beristirahat. Lokasinya di Yogyakarta, Dlingo.


BPR merupakan wadah bagi orang-orang yang ingin belajar, tempat pelatihan. Terdapat beberapa fasilitas seperti tempat penginapan, sebuah balai besar pertemuan yang terbuat dari bambu dan nipah, pendopo, dan dapur dimana ibu-ibu ,yang merupakan bagian warga sekitar, bak seksi konsumsi selama kita bermalam disini.


Disini, banyak hal yang dapat kita pelajari, termasuk dalam bidang arsitektur.

lesson.jpg

Bangunan-bangunannya berdiri harmoni dengan lingkungannya.


Pembauran itu didukung oleh penggunaan material dan desainnya. Salah satunya yang paling menjadi perhatian yaitu balai besarnya~balai pertemuan, besar dan terbuka_tanpa ada pembatas vertikal. Ketika diskusi dimulai di malam hari, semilir angin berhembus bebas dan kami pun merapatkan jaket yang melekat tebal ini untuk memberikan kehangatan. Suara alam di malam hari terdengar, seperti ada backsound musik dan sesekali sapi pun ikut menambahkan, “moooo…” seolah-olah meng-iya-kan statement yang dilontarkan di tengah diskusi, hehe.. Masalah? Itu semua tidak jadi masalah, ada kenyamanan tersendiri yang tercipta pada saat itu.


Tak hanya meniadakan batas antara balai pertemuan dengan alam, tapi juga kawasan BPR ini hadir tanpa dinding pembatas dengan warga sekitar. Salah satu pengelola BPR bercerita, terkadang warga juga suka singgah sebentar dan duduk-duduk di depan. Warga pun berpartisipasi dalam pengelolaan BPR ini, jika ada kegiatan, ibu-ibu sekitar pun yang siap sedia berubah menjadi chef-chef di bagian dapurnya.


IMG_1920.JPG

Foto bangunan dapur diambil dari bangunan penginapan,

yang berada di samping balai pertemuan.

Ada hal yang menarik di balai aula ini, terdapat hiasan-hiasan tergantung di langit-langitnya, salah satunya seperti hantu-hantuan, tapi versi lucu. Ternyata gantungan ini merupakan hasil karya anak-anak warga sekitar. Waktu itu ada londo-londo yang sharing kepada meraka tentang hallowen. Tidak tahu bagaimana kronologi acara itu, intinya taaaarraaaa!! Jadilah hantu-hantuuan ini.

IMG_1859.JPG

Dekorasi balai pertemuan dengan berbagai karya,

salah satunya gantungan unik tersebut.

Oke, balik lagi! Hehe..


Material dari bangunan balai pertemuan ini sebagian dari bambu dangan atap rumbe-rumbe atau disebut nipah. Lantainya hanya berplaster semen. Tanpa alas kaki, dingin menyenangkan telapak kaki ini :)


Material atap menggunakan daun-daun seperti daun kelapa, nipah ini dirajut oleh ibu-ibu di Cilacap. Kenapa memilih bahan ini? Salah satunya untuk memajukan warga lokal itu sendiri.


Pekerja dalam pembangunan BPR ini juga berasal dari masyarakat disini. Pembangunan BPR bersama warga, seolah ikut menghidupkan seni bekerja warga sekitar dan menambah kemampuan mereka. Kini warga sekitar punya nilai plus,mereka kini tahu bagaimana mengolah bambu, ber-tukang bambu. Tidak hanya sebagai pekerja tapi juga memiliki pengembangan skill yang menjadi nilai tambah warga sekitar sendiri. Disinilah nilai partisipatif hadir.


Oh, iya. Ada pula fakta yang inspiratif, yaitu pada awal pembangunan, pertanyaan pertama yang terlontar pada saat itu ialah, “siapa penghuni awalnya?”


Yang dimaksud kali ini bukan “penghuni” yang berbau mistis loh. Hehe. Namun, jawabannya adalah pohon-pohon. Pada site awal terdapat pohon-pohon yang telah berhuni lebih dulu. Maka, pada tahap awal, dilakukan penentuaan titik-titik pohon eksisting pada site. Berbeda sekali dengan ku, ketika punya site untuk perancangan arsitektur, dengan ajaibnya site itu kosong tanpa penghuni awal, satupun :p (hayoooo, intropeksi diri!!)


IMG_1858.JPG
IMG_5725.JPG

Keterangan foto:


Kiri: Pepohonan di Interior Balai Pertemuan BPR

Atas: Ruang pertunjukan outdoor di selengi kehadiran pohon

Bawah: Suasana sesi sharing tanpa microfone


Alhasil, tidak semua permukaan lantai di tutup, terdapat beberapa titik berupa lingkaran dengan lapisan tanah tanpa plesteran dan pohon yang menjulang di dalamnya.


Hal yang menarik lagi ialah kearifan dalam penggunaannya. Mas Yuli menyampaikan untuk tidak menggunakan sound system di sini. Loh?


IMG_1928.JPG

Ada nilai yang ingin disampaikan dari hal ini yaitu:


Tidak menggampangkan dengan teknologi, maksudnya ialah pada keseharian kita dengan mudah menambahkan volume suara di pengeras dan suara pun dapat terdengar oleh siapapun. Namun keseringan, no one hear you.


Tanpa pengeras suara pun orang yang memimpin diskusi sebenarnya terdengar hanya saja jika yang lain turut memperhatikan, dari sinilah nilai pembelajaran untuk fokus dan menghargai orang yang di depan, yang sedang bicara di dalam diskusi.


Ada lebih pembelajaran lainnya yang dapat ditemukan dan diceritakan. Tapi kali ini, hanya beberapa saja yang kuceritakan. Alasannya karena BANYAK! Mungkin teman-teman dapat berkunjung langsung untuk merasakan pembelajarannya dan menemukan hal-hal yang inspiratif disana.


Untuk yang penasaran cerita lainnya, teman-teman bisa berkunjung kesana. Salah satunya, BPR sering memberikan kesempatan belajar untuk kita~orang luar. Biasanya, sering di share di fanpage-nya kok.


Semoga post kali ini bermanfaat dan menambah inspirasi :)


IMG_0858 (1).jpg

Di akhir acara KKL ini kita foto bersama deh, cheesseee!! :)

Sumber foto:

Sidiq Al-Faruq

Fadel Bajrie

Comments


Featured Posts
Recent Posts
Archive
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square
Search By Tags
  • Facebook Basic
  • Twitter Basic
  • Vimeo Basic

© 2023 by ROGER FORBES. Proudly created with Wix.com

bottom of page